Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, pada Pasal 1, Ayat 1 menegaskan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan
masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya
yang tersedia. Selanjutnya dipertegas lagi dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, khususnya
pada Pasal 2, ayat 2 bahwa perencanaan pembangunan daerah dilaksanakan
pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan berdasarkan peran dan
kewenangan masing-masing. Oleh karena itu, proses perencanaan pembangunan
daerah perlu dilakukan melalui sebuah model kerjasama yang melibatkan
pemerintah, masyarakat dan pihak swasta sebagai pilar perencanaan pembangunan
daerah untuk perumusan tindakan di masa depan secara efektif, efisien dan
transparan. Kemudian pada
Pasal 262, Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa
rencana pembangunan daerah dirumuskan secara transparan, responsif, efisien,
efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan.
Menyikapi hal ini, maka peran
Pemerintah, masyarakat dan sektor swasta sangat dibutuhkan dalam implementasi
proses perencanaan pembangunan daerah, sehingga hasil perencanaan akan lebih
berdaya guna dan dapat mengatasi berbagai permasalahan pembangunan yang
mendasar dengan mengidentifikasi berbagai kebutuhan pembangunan (isu strategis)
sebagai suatu komitmen bersama dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya pada Pasal 54, Undang-Undang
Nomor 6 tentang Desa mengarahkan bahwa salah satu hal yang bersifat strategis
adalah proses perencanaan desa dilakukan dengan musyawarah desa yang diikuti
oleh seluruh komponen desa termasuk masyarakat desa. Hal ini mengandung makna
bahwa keterlibatan masyarakat dalam
proses perencanaan pembangunan dapat memberikan arti bahwa masyarakat pada
umumnya bukan sebagai obyek tetapi sekaligus bertindak sebagai subyek
pembangunan sehingga nuansa yang dikembangkan dalam proses perencanaan daerah
adalah benar-benar bersifat dari bawah (bottom
up).
Sinergitas
merupakan hasil menciptakan suasana lingkungan dimana orang- orang yang berbeda
dapat saling memberi sumbangannya berdasarkan kekuatan masing-masing sehingga
hasilnya lebih besar dibandingkan jika dikerjakan sendiri-sendiri.
Dalam konteks perencanaan peran pilar
Pemerintah adalah memperkuat
akuntabilitas dan transparansi publik dengan perumusan program/kegiatan dan
pagu indikatif lewat forum pemangku kepentingan atau forum Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) dan Musrenbang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tingkat Kabupaten
dengan menggunakan Kamus Usulan beserta Analisis Standar Belanja dan Indikator
Kinerja untuk penajamannya. Hal mana bahawa dilakukan dengan keterbukaan
informasi public artinya seluruh program/kegiatan dan sumber pendanaan ataupun
besarnya alokasi anggaran disampaikan secara terbuka kepada masyarakat.
Selanjutnya pemerintah dapat melakukan pendampingan dan advokasi untuk
memperkuat kapasitas masyarakat secara mandiri dalam perumusan program/kegiatan
melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang dituangkan
dalam model perencanaan pembangunan daerah melalui aplikasi berbasis IT (e-planning). Peran pilar masyarakat adalah
memperkuat kapasitas sumberdaya masyarakat :dengan mendorong tingkat partisipasi
masyarakat melalui Musrenbangdes, bersama unsur DPRD untuk memastikan bahwa hasil
identifikasi masalah dan kebutuhan yang terakomodir dalam proses perencanaan di
desa sudah merepresentatifkan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Sedangkan peran
pilar swasta adalah memperkuat kapasitas
sektor swasta dengan memastikan bahwa proses
interaktif sosial bersama masyarakat, pemerintah dan pihak swasta lewat forum Musrenbang
RKPD di tingkat Kecamatan maupun tingkat Kabupaten untuk memperhatikan permasalahan
dan kebutuhan masyarakat agar dapat ditentukan program CSR (Corporate
Social Responsibility) secara lebih bijaksana. Hal ini setidaknya
dalam konsep sinergitas perencanaan ini jika kita hubungkan dengan proses
investasi daerah maka pihak swasta/investor tentunya berkepentingan agar dana
yang dinvestasikannya menghasilkan profit yang memadai, ingin mendapatkan
berbagai kemudahan dan adanya jaminan keamanan dalam berinvestasi. Pihak
pemerintah daerah ingin agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat.
Masyarakat berharap kesejahteraannya makin meningkat dan lapangan kerja makin
terbuka.
Simpulannya
adalah bahwa keberhasitan perencanaan pembangunan daerah dipengaruhi oleh
kualitas sinergi atau kejasama kreatif antara pemerintah, swasta
dan masyarakat. Perpaduan peran dan fungsi pemangku kepentingan dimaksud,
menjadi moda1 dasar untuk terwujudnya sinergi, dimana pemerintah memantapkan
peran fungsinya sebagai perencana dengan memadukan kemampuan teknis
perencanaan, swasta memantapkan perannya dalam memberikan kajian profesiona1
tentang situasi dunia usaha dan pasar, sementara masyarakat memberikan
informasi yang nyata atas kondisi riil yang berkembang di masyarakat serta
berperanan dalam mangawasi jalannya pe1aksanaan pembangunan, untuk se1anjutnya digunakan
sebagai bahan dalam mengevaluasi pembangunan. *)
*). Tulisan ini telah dimuat juga di Buletin Citra Anak Belu, Edisi XI, Tahun III Juli-September 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar