Kamis, 01 Oktober 2009

SEKARANG KAMI BEBAS DARI PRAKTEK IJON

(SUCCSESS STORY-PENDAMPINGAN PROGRAM PIDRA DI KAB.TTU-NTT)
OLEH: Ir. Beny. Ulu Meak
Praktek ijon merupakan suatu bentuk bisnis dengan sistim gadai yang meresakan masyarakat di pedesaan karena akan membuat masyarakat terus terlilit utang dan terbelenggu dengan kemiskinan fungsional. Praktek ijon biasanya dilakukan oleh petani akibat kebutuhan yang mendesak dan mereka mengambil dan atau meminjam uang kepada rentenir di desa atau orang kaya dengan menggadai barangnya beruapa hasil usaha (sebelum masa panenan tiba).
Program PIDRA (Participatory Integrated Development In Rainfed Areas) yang telah dilaksanakan selama kurang lebih 5 (lima) tahun pendampingan di Desa kami (tahun 2003 -2008) telah memberikan perubahan yang cukup berarti bagi masyarakat karena “ sekarang kami bebas dari sistim ijon”. Pernyataan ini disampaikan oleh bapak Silvester Nufa, anggota Kelompok Mandiri Pria (KMP) Nekmese, Desa Humusu A, Kecamatan Insana Utara. Hal senada juga disampaikan oleh sebahagian anggota –anggota kelompok dampingan program PIDRA di desa-desa lainnya. Sejak awal sebelum adanya pendampingan dari program PIDRA, kami sangat tergantung dan hanya mengenal pedagang lokal (pedangang pengumpul) sebagai tempat menjual hasil dan meminjam uang jika ada kebutuhan keluarga yang mendesak seperti untuk biaya pendidikan anak, biaya kesehatan dan biaya urusan sosial (adat). Utang ini akan kami bayar setelah hasil panen kacang tanah, jagung dan panen asam bahkan juga setelah kami menjual ternak sapi peliharaan dalam bentuk paron (kereman). “Kami sangat membutuhkan uang itu walaupun dengan bunga pinjaman yang relatip tinggi 15 % dari pokok pinjaman”. Pernyataan ini disampaikan oleh ibu Lusia Kolo, anggota Kelompok Mandiri Wanita (KMW) Beringin Jaya Desa Tunnoe, Kecamatan Miomaffo Timur.
Gambaran aktual dari kondisi masyarakat seperti ini,merupakan focus perhatian dari program PIDRA sehingga sejak awal pendampingan anggota masyarakat yang didentifikasi sebagai orang miskin telah diorganisir menjadi kelompok afinitas untuk melakukan kegiatan Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) sehingga kelompok mempunyai dana umum yang dapat dipinjamkan kepada anggota untuk melakukan aktivitas usaha mikro ataupun kebutuhan yang mendesak di tingkat keluarga dan secara langsung telah mengurangi sistim ijon karena tempat meminjam bukan lagi di para ijon tersebut tetapi di kelompok mereka sendiri. Berikut penuturan ibu Theodara Sasi ,anggota KMW Bikuni, Desa Buk,Kecamatan Bikomi Tengah bahwa : “ dengan kami melaksanakan kegiatan UBSP di kelompok telah menghilangkan praktek ijon selama ini, apalagi bunga pinjaman di kelompok relatif lebih rendah hanya 5 % jika dibandingkan dengan kita memimjam uang di ijon dengan bunga pinjaman sebesar 15 % “.
Selanjutnya lewat berbagai pelatihan penguatan kapasitas masyarakat oleh para tenaga pendamping di lapangan (PPL/PTL dan Fasilitator-LSMP) tentang pengelolaan ekonomi rumah tangga dan pengembangan kemampuan usaha mikro ataupun pelatihan teknis tentang pemasaran hasil,inovasi teknologi terapan dan sistim budidaya tanaman dan ternak dari program PIDRA sendiri ataupun dinas/instansi teknis terkait telah memberikan perubahan yang mendasar kepada peserta program di desa-desa dampingan baik dari aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap agar anggota kelompok dampingan program PIDRA secara perlahan dengan kemampuan potensi yang mereka miliki dapat menolong diri mereka sendiri agar terlepas dari persoalan yang mereka hadapi.
Setelah mereka mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut dan akhirnya mereka menyadari akan kekeliruan dari tindakan mereka untuk melakukan ijon dengan pedagang pengumpul ataupun orang kaya yang ada di desa. Hal ini disampaikan oleh bapak Paulus Koa ,anggota KMP Sahabat, Desa Sunsea Kecamatan Naibenu bahwa “ setelah saya mengikuti pelatihan modul pengelolaan usaha mikro oleh pendamping di desa dan pelatihan pemasaran hasil di tingkat Kabupaten. Saya memulai usaha penggemukan sapi potong secara tekun selama kurang lebih 8 (delapan) bulan kemudian saya jual ke pedagang penampung di kota Kefamenanu dengan harga yang layak yaitu Rp.17.500,- per kilogram berat hidupnya dibandingkan dengan jika saya jual ke ijon hanya Rp.15.000,- per kilogram berat hidup, sehingga keuntungan itu saya dapat melunasi pinjaman ke padagang pengumpul/ijon di desa kami.
Kami sekarang sadar dan tahu bahwa jika kita melakukan usaha mikro secara baik dan melakukan pemasaran hasil secara tepat maka kami akan untung dan dapat membiayai kebutuhan keluarga yang mendesak sekalipun. “ Sekarang kami tidak terikat lagi dengan sistim ijon dan bebas menjual hasil kepada pedagang penampung di Kabupaten apalagi kini kami telah diorganisir dengan pola pemasaran bersama yang dimotori oleh asosiasi pemasaran di wilayah Kecamatan kami sehingga nilai jual hasil usaha lebih tinggi dan menguntungkan buat kami sebagai anggota kelompok dampingan program PIDRA di desa. Saya bersyukur karena dengan masuknya program PIDRA di desa saya, sekarang saya merasa lega karena telah bebas dari ijon tutur ibu Godelita Kefi,anggota KMW Bunu, Desa Tuntun, Kecamatan Miomaffo Timur.
Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah cerita di atas bahwa akses orang miskin dapat dikembangkan jika potensi yang dimiliki tersebut di kelolah secara baik dengan pendekatan yang tepat dan oleh mereka sendiri maka mereka akan sadar, mengerti dan berani untuk melakukan tindakan korektif dari apa yang mereka hadapi.

SEJARAH MUSIK SULING BAMBU DI TIMOR

Oleh:   Ir. Beny. Ulu Meak, M.Si Sejarah tentang suling bambu sudah sedemikan lama dan erat kaitannya dengan peradaban manus...