Oleh
Ir. Beny. Ulu Meak, M.Si
Versi Terjadinya
Pulau Timor
(1)
Pandangan
Ilmiah
Pulau Timor
terbentuk karena pengangkatan permukaan bumi di atas permukaan laut sesuai
proses tektonik epirogenetik negatif ketika
terjadi tunjaman atau tumbukan lempeng
Indo-Australia (lempeng samudra) terhadap lempeng Eurasia (lempeng benua). Admiranto, (2000) menjelaskan bahwa
berdasarkan teori Tektonik Lempeng dari Alfred L. Wagener dalam bukunya The Origin of Continentsand Oceans (1915); terjadinya tumbukan
antar lempeng tektonik benua dan samudera yang bersifat Epirogenetik negatif menyebabkan dasar lempeng benua yang terangkat
akibat tunjaman lempeng samudera secara perlahan-lahan sehingga seolah-olah air
laut turun dan lapisan kulit bumi menjadi naik atau garis pantai bergeser
menjauhi daratan. Selanjutnya berdasarkan konsep Escape Tectonics (extrusion tectonics) yang
dikemukakan oleh Molnar dan Tapponnier (1975) dalam (Satyana, 2007) bahwa gejala dan proses alam dalam evolusi
wilayah konvergen di Indonesia telah mengakibatkan terbentuknya
jalur lipatan dan sesar foreland sepanjang Timor terjadi ketika tepi
utara Benua Australia berbenturan dengan busur Kepulauan Banda pada sekitar 3
Ma (pertengahan-Pliosen).
Menurut Suwitodirjo
dan Tjokrosapoetro, (1979) bahwa secara
litologis pergerakan tektonik di pulau Timor yang berlangsung sejak kapur hingga akhir eosen akibat pergerakan benua Australia ke utara dengan zona
penunjaman condong ke utara, sehingga pergerakan tersebut terjadi benturan busur kepulauan “Paleo Timor” dengan kerak samudera Hindia. Pada waktu proses perbenturan inilah,sehingga terjadi pembentukan
batuan campur aduk. pengendapan formasi Noni, Haulasi dan formasi Ofu.
penempatan batuan - batuan basa dan ultrabasa. pemalihan pada formasi Maubisse,
Ailieu dan komplek Mutis. Hal senada dikemukakan oleh Hamilton (1979)
berdasarkan hasil survei geologis di Indonesia termasuk Pulau Timor menunjukkan
bahwa Pulau Timor struktur batuannya didominasi oleh hamparan batu kapur dan
batu karang tua (atol) karena proses evolusi geologis yang berlangsung lama dan diakibatkan
oleh terdesaknya di antara kedua lempengan yaitu lempengan Indo-Australia dan
lempengan Eurasia, sehingga menyebabkan batuan karang tersebut cenderung
bertumbuh ke atas; maka tidak heran jika kita akan temui bermacam fosil kerang
laut (hewan Molusca) tersebar diatas
pegunungan.
(2)
Pandangan
Penutur Adat:
Penutur adat dari Kabupaten Belu dan Belu Malaka yang dijuluki sebagai Mako’an atau sastrawan adat, menuturkan
bahwa konon seluruh permukaan bumi tertutup air (jaman es-masa Neozoikum, khususnya
periode Pleitosen), termasuk di Timor. Namun pada suatu ketika muncullah sebuah
titik yang ternyata itu adalah puncak tertinggi dari keseluruhan Pulau Timor
kelak. Titik kecil itu muncul dan bersinar sendiri. Orang di generasi
sesudahnya menggambarkan kembali titik bumi yang muncul itu dengan sapaan adat-Bahasa
Tetun: Foin Nu’u Manu Matan, Foin Nu’u
Bua Klaut. Foin Nu’u Etu Kumun, Foin Nu’u Murak Husar atau dapat diartikan Baru Seperti Biji Mata Ayam, Baru Seperti
Potongan Sebelah Buah Pinang, Baru Sebesar Gumpalan Nasi Di Tangan, Baru
Sebesar Pusar Mata Uang. Titik kecil itulah yang kelak dikenal dengan
Gunung Lakaan sekarang, sebagai puncak tertinggi di Kabupaten Belu. Oleh
karenanya, orang Belu menjuluki puncak itu dengan nama Foho Laka An, Manu Aman Laka An, Hanesan Mane Mesak, Baudinik Mesak
dan diartikan sebagai Gunung Yang
Memiliki Cahaya Sendiri, Ayam Jantan Merah Bercahaya Sendiri, Seperti Lelaki
Tunggal, Seperti Bintang Tunggal.
Belakangan
diketahui bahwa puncak tertinggi di Pulau Timor untuk kawasan Barat adalah Gunung
Mutis yaitu: ± 2.427 meter
dpl berada di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan puncak tertinggi dari Gunung Lakaan adalah ± 1.578 meter dpl. Sedangkan
puncak tertinggi di Kawasan Timur adalah gunung Tata Mailau yaitu : ± 2.963 meter dpl. Hal ini disebabkan oleh
proses geologis secara alamiah yang berlangsung secara terus - menerus.
(3) Pandangan Mitos
Menurut mitos rakyat
setempat, pulau Timor dahulunya adalah seekor buaya raksasa. Mitos ini sangat
kuat pandangannya terutama bagi orang di kawasan Timur Pulau Timor (RDTL
–sekarang), sehingga orang Timor Leste sendiri menamakan daerahnya secara tak
resmi dengan sebutan “The Sleeping Crocodille” atau sang
buaya tidur. Pandangan ini mencuat mungkin dihubungkan dengan profil Pulau
Timor yang berbentuk seperti sang buaya tidur.
Luas dan
Pembagian Kawasan Pulau Timor
Pulau Timor adalah sebuah pulau di Asia Tenggara yang berada
pada busur kepulauan Indonesia yaitu
berada di bagian Selatan. Pulau Timor berbatasan dengan Laut Savu, Flores dan Banda di bagian utara
sedangkan pada bagian selatan berbatasan
dengan Laut Timor dan Arafura. Pulau ini
memiliki panjang ± 450 km dan lebar ±105
km, dengan
luas sebesar ± 30.777 km².
Pulau Timor |
Pulau Timor
telah terbagi menjadi dua bahagian selama berabad-abad sebagai akibat
konstelasi politik koloni: (1) Kawasan Timor Barat, dengan luas 15.850 km² yang
dikenali sebagai “Timor Belanda” dari tahun 1800-an hingga 1949 dan Pada Tahun
1950 ketika menjadi “Timor Indonesia”, dan bagian dari NKRI sampai sekarang serta
merupakan wilayah dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT); dan (2) Kawasan Timor
Timur,dengan luas ± 14.874 km² yang dikenal sebagai Timor Portugis dari tahun
1596 hingga 1975. Timor Timur pernah menjadi sebahagian dari Negara Indonesia
pada tahun 1976 sebagai provinsi ke-27 atau Propinsi TIM-TIM tetapi tidak pernah
diakui oleh PBB. Kemudian lewat referendum pada 30 Agustus 1999 maka wilayah
ini berdiri sendiri menjadi Negara Republica Demokatica de Timor Leste (RDTL)
pada 22 Mei 2002 sampai sekarang. Wilayah Timor Timur /RDTL juga mencakupi
kawasan yang dinamakan “ Enclave Oecussi-Ambeno” yang
berada di Timor Barat karena Belanda dan Portugis tidak menyelesaikan masalah
perbatasan ini secara resmi sesuai perjanjian Lisboa pada tahun 1859 sampai pada
tahun 1912, sehingga wilayah ini tetap menjadi wilayah Timor Portugis dan
sekarang masuk menjadi wilayah RDTL sampai sekarang.
Berdasarkan
luas kawasan Timor bagian Barat = 15.850 km² dan luas kawasan Timor Bagian Timur = 14.874 km², sehingga jika dijumlahkan maka masih terdapat selisih luas keseluruhan
dari Pulau Timor sebesar 53 km² ?
alasan perbedaan ini : ditengarai sebagai informasi
pendataan yang belum akurat.
Versi
Nama Pulau Timor
Berdasarkan budaya
oral (oral Culture) nama pulau ini diambil dari kata “Timur” ( bahasa Melayu)
kemudian disebutkan sebagai Timor; dinamakan demikian karena pulau
ini terletak di ujung timur rantai kepulauan Sunda Kecil. Keberadaan Pulau Timor sudah dikenal
sejak abad Ketujuh, Hal ini mungkin saja disebabkan karena kayu Cendana yang
ada di Pulau Timor ini yang memang dikenal berkualitas baik. Waktu itu banyak
pedagang dari Malaka, Gujarat, Jawa dan Makasar, serta pedagang dari Negeri
Cina yang telah melakukan kontak dagang secara langsung dengan raja-raja yang
saat itu menjadi penguasa di Timor. Menurut sebuah dokumen Cina yang ditulis oleh Chau Ju Kua, bahwa
pada masa itu Pulau Timor biasa disebut dengan nama “Tiwu” dan oleh Hsing-Cha Shenglan,
menyebutkan sebagai “Timun” (Diyakini sebutan sebagai Timor mengikuti budaya oral
orang Cina). Pulau ini merupakan sebuah kawasan yang terkenal sangat kaya
dengan kayu Cendana dengan pusat perdagangan. Di zaman kekuasaan kerajaan
Hindu-Jawa, kerajaan Kediri telah melakukan hubungan dagang atau juga barter dengan raja-raja di wilayah
Timor, atau bisa juga raja-raja taklukan yang berada di Pulau Timor untuk
membayar upeti mereka dengan
menggunakan kayu Cendana kepada raja di Kediri. Seperti halnya di dalam Buku
Negarakertagama, mencatat bahwa wilayah Timor kepulauan yang saat itu terkenal
dengan hasil Cendana-nya, adalah juga termasuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan
Majapahit. Menurut tradisi adat lisan dan dugaan sebahagian orang nama Pulau
Timor pada awalnya dikenal sebagai “Baramatus” (Bahasa Portugis,
Spanyol, Latin); “Kata Para = untuk, menuju, mengarah,
berorientasi; Kata Amatus atau Amare = yang dikasihi”. Kemungkinan pertama
nama ini diberikan oleh bangsa Spanyol yang datang lebih dahulu ke Pulau
Timor sekitar tahun 1522 (Breunig, 1968 dalam Bouk, 2012). Nama ini diberikan
sebagai nama samaran ketika rombongan
pelaut Spanyol itu masih berada di tengah laut karena mereka melihat dari
kejauhan bahwa Pulau yang nantinya mereka akan singgahi tersebut masih seperti
samar-samar atau bayang-bayang, sehingga mereka sangat merindukan untuk tiba di
tempat itu. Kemungkinan lain berdasarkan
cerita tutur adat dari para Mako’an
atau sastrawan adat dari Fatuaruin-Belu Malaka bahwa mula-mula
datang di Pulau Timor nenek moyang tiga bersaudara dari Malaka Likansala
melalui Larantuka (Flores) terus ke Kupang,
dari Kupang ke Fatumea (sekarang wilayah Halilulik-Belu) melalui Hali knain-Kalilin dan terus ke Marlilu
(sekarang wilayah Betun-Belu). Nama ketiga nenek moyang bersaudara itu adalah
: Nekinmataus melanjutkan perjalanan lagi ke Likusaen (sekarang
Timor Leste), Sakumataus ke kerajaan Sonbai (sekarang TTS),
dan Baramataus tinggal di Fatuaruin (Belu Malaka).
Apakah nama Baramatus mungkin
berhubungan dengan nama nenek moyang pendatang yang menetap di Fatuaruin-Belu
yaitu : Baramataus dan mungkin karena ketersohorannya maka dipakai menyebut
Pulau Timor ini sebagai Baramatus untuk nama samaran/julukan/alias.
Pandangan
terakhir menyatakan bahwa nama Timor
adalah pemberian dari para pedagang dan misionaris bangsa Portugis ketika
mereka melakukan ekspansi ke negeri-negeri di Timur jauh untuk memperluas
wilayah koloninya dan mencari rempah-rempah dan kayu Cendana. Pada tahun 1556
datanglah armada laut pimpinan Alfonso De Albuquerque dan melakukan pendaratan
di pantai Lifau-Oecussi (sekarang wilayah Enclave-Timor
Leste) bersama para misionaris dari ordo Fransiskan (OFM) yang kelak
menyebarkan agama Khatolik. Setelah mereka turun ke darat dan berusaha melakukan komunikasi untuk bekerja sama
dengan orang-orang setempat (pribumi),
tetapi karena orang-orang pribumi itu masih terlalu primitif sehingga mereka melarikan
diri, takut, kecil hati dan bersembunyi karena melihat orang-orang pelaut yang datang tersebut dengan postur tubuh tinggi, besar
dan berkulit putih dengan cara tampilan yang sama sekali asing bagi mereka.
Berdasarkan sikap dan prilaku orang pribumi demikian maka, orang-orang pelaut
dan armada bangsa portugis menyebutnya sebagai : “ Temor “, “Timor” (bahasa
latin) dan “ Timeo” (bahasa Spanyol)
yang artinya takut akan, cemas terhadap, bimbang, ragu-ragu, khawatir, kecil
hati, pengecut dan malu (Prent, 1969) dalam
Bouk (2012), Kemudian nama pulau ini berkembang luas hingga saat ini disebut
sebagai Pulau Timor. ----Baik
tidak baik, tanah Timor lebih baik----
Daftar Bacaan
Admiranto,
Gunawan, A, 2000., Menjelajahi Tata Surya, Kanisius, Yogyakarta.
Bouk,
Saku, F, 2012., Komunikasi Misi Sosiatas
Verdi Divini Timor, Gita Kasih, Kupang.
Satyana,
Awang, H, 2007., Escape Tectonics Indonesia, Artikel dalam http://geologi.iagi.or.id ,
diakses pada tanggal 23 Januari 2013.
Hamilton,
Warren, 1979, Tectonics of the Indonesian
Region, Geological Survey-Professional Paper 1078, Us Govt, Printing Office
Washinton, D.C.
Suwitodirdjo S., Tjokrosapoetro
S.,1979, Peta Geologi Lembar Kupang -
Atambua,Timor, skala 1:250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan
Energi, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar