Jumat, 14 Juni 2013

MENEROPONG ISU JENDER DAN DAMPAK TAMBANG MANGAN TERHADAP PEREMPUAN DI KAWASAN TIMOR BARAT

Oleh
Ir. Beny. Ulu Meak, M.Si


Pendahuluan

Usaha tambang Mangan di Kawasan Timor Barat bila di kaji dari aspek kesejahteraan dan perlindungan hak-hak perempuan sebenarnya belum memberikan tingkat signifikansi yang mengarah kepada keadilan jender. Bahkan disinyalir terdapat ketimpangan jender yang memberikan tekanan terhadap posisi tawar perempuan yang lemah terhadap akses, kontrol, partisipasi dan penerimaan manfaat terhadap usaha tambang Mangan yang ada.

Aktivitas Tambang Mangan Di Wilayah Kab.TTU
Sebelum ada usaha pertambangan Mangan, rakyat bebas mencari nafkah di tanah milik sendiri (rakyat berdaulat) atas hak milik tanah untuk usaha subsistim (pertanian dan peternakan), kondisinya berubah drastis setelah ada perusahaan tambang yang masuk di Timor Barat mulai pada tahun 2008 telah menimbulkan hilangnya kekuasaan rakyat atas tanah mereka dan bergeser menjadi buruh tambang. Hubungannya dengan integrasi jender dapat di katakana bahwa pada saat sebelum ada perusahaan tambang budaya jender didasarkan pada kompromi laki-laki dan perempuan berdasarkan kultur lokal untuk mengelolah usaha pertanian rakyat secara otonomi, dan setelah ada perusahaan tambang isu jender mulai bergeser karena kompromi anatara laki-laki dan perempuan lebih didasarkan kepada otoritas perusahaan tambang dan perusahaan lebih melihat jender dari kacamata jenis kelamin (sexis) semata. Persoalannya bahwa sekarang apakah jender mengalami perubahan (keadilan jender) yang  bersifat timbal balik atau bersifat linear sebelum dan sesudah ada pertambangan perusahaan di wilayah Timor Barat. Hal lain yang tidak kala penting bahwa ketika terjadi perbedaan peran dan relasi jender dalam masyarakat sebagai akibat adanya pertambangan Mangan, telah menciptakan suatu proses peminggiran (marginalisasi) dan menghasilkan ketidakadilan antara perempuan dan laki-laki yang mengakibatkan terganggunya struktur sosial masyarakat, karena sumberdaya penting biasanya lebih dikuasai oleh laki-laki ketimbang perempuan. 

Isu Jender Dalam Usaha Tambang Mangan Di Timor Barat

Gender adalah suatu konstruksi sosial yang bervariasi lintas budaya, berubah sejalan perjalanan waktu dalam suatu kebudayaan tertentu, bersifat relasional, karena feminitas dan maskulinitas memperoleh maknanya dari fakta dimana masyarakat kitalah yang menjadikan mereka berbeda (Wood, 2001 dalam Mugniesyah, 2007).Disamping itu, Fakih (1996) mengartikan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Berdasarkan definisi tersebut, diketahui bahwa gender tidak bersifat universal dan bersifat dinamis dalam kerangka waktu tertentu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin merupakan kodrat sedangkan gender bukanlah kodrat.
Beberapa entry  point yang menjadi persoalan jender dalam usaha tambang Mangan di Kawasan Timor Barat dapat dikatakan bahwa: (1) usaha tambang Mangan secara strategis belum mengintegrasikan keadilan jender dan pemberdayaan perempuan dalam perlindungan lingkungan, keadilan sosial dan keberdayaan ekonomi; (2) Peran dan relasi jender dalam pengelolaan usaha tambang Mangan belum secara optimal; perempuan sering kali menerima dampak secara langsung maupun tidak langsung dari usaha tambang Mangan dibandingkan dengan laki-laki; (3) Terdapat perbedaan akses dan kontrol perempuan dan laki-laki terhadap hak atas tanah dalam usaha pertambangan Mangan; (4) Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan masih bersifat “penerimaan bersyarat” dalam usaha tambang Mangan; (5) Perlindungan kesehatan perempuan dan anak-anak, ketersediaan pangan dan air bersih, rasa aman, dalam komunitas lingkungan tambang Mangan masih terbatas; (6) Bisnis pertambangan Mangan belum memberikan dampak kesejahteraan terhadap komunitas sekitarnya bahkan cenderung melemahkan struktur mata pencaharaian yang selama ini di praktekan; (7) Tidak adanya perlindungan khusus bagi perempuan (perlindungan atas hak-hak reproduksi dan tindakan atas kekerasan) dalam usaha pertambangan Mangan.
Potensi pelanggaran yang mungkin terjadi pada usaha dan/atau kegiatan tambang Mangan di kawasan Timor Barat, berkaiatan dengan beberapa aspek sebagai berikut: (a) Diskriminasi jender dalam ketenagakerjan; (b) Kesehatan reproduksi; (c) Keberdayaan dalam kegiatan ekonomi; (d) Kekerasan seksual; (e) Partisipasi dalam pengambilan keputusan; dan (f) Keselamatan pekerja perempuan dan anak.

Dampak Tambang Mangan Terhadap Perempuan Di Timor Barat

Salah satu konflik dalam dunia tambang yang cukup serius adalah masalah jender atau ungkapan yang memparelelkan kegiatan pertambangan sebagai “industri maskulin”  yaitu suatu dunia yang memerlukan keberanian, kerja berat, kerja keras dan dihubungkan dengan pekerjaan laki-laki. Karena itu, kesan yang diperoleh mengenai seorang penambang adalah seorang laki-laki tegap, dengan otot kaki dan tangan yang kekar yang diharapkan dengan mudah dapat menggali. Namun kenyataannya kaum perempuan juga terlibat dalam usaha pertambangan Mangan di kawasan Timor Barat, akibatnya.memiliki dampak yang berdimensi gender. Perempuan-perempuan yang menjadi pekerja tambang menjadi pihak-pihak yang terpinggirkan karena praktek-praktek ketidakadilan, dan tindakan kekerasan yang terjadi selama aktivitas pertambangan. Faktanya kerap kali, perempuan dijadikan pihak yang dirugikan. Beban kerja perempuan meningkat karena perempuan bekerja berdasarkan uang hasil pertambangan  untuk membantu laki-laki  dalam memperoleh tambahan pendapatan rumah tangga dan perempuan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap rumah tangga dan penyediaan makanan maupun perawatan anak melalui cara tradisional; kasus hampir di setiap lokasi tambang Mangan di kawasan Timor Barat menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja perempuan hampir seimbang dengan tenaga kerja laki-laki, dimana untuk penggalian tambang dilakukan oleh laki-laki dan kaum perempuan dapat melakukan penyortiran atau pengangkutan. Bahkan terdapat kesempatan  ibu-ibu juga  melakukan kegiatan domestik dengan membawa balita dan anak  di lokasi tambang, termasuk aktivitas masak, makam, minum dan merawat anak.
 Aktivitas usaha tambang Mangan yang melibatkan kaum perempuan dari tahap penggalian, penyortiran, pencucian, pengepakan, pengangkutan hingga pemasaran sangat berpotensi terjadinya bias jender semisal dalam budaya patriarkis, peran perempuan terpinggirkan. Kontrol terhadap sumberdaya alam yang menopang kehidupan perempuan sebagian besar masih jauh dari jangkauan perempuan seperti hak milik atas tanah biasanya lebih dikuasai oleh laki-laki serta perempuan menanggung tekanan fisik sekaligus mental akibat pertambangan, terutama bila terjadi penggusuran tanah untuk aktivitas tambang Mangan.
Peralihan tenaga kerja dan mata pencaharian dari kegiatan bertani ke kegiatan penambang telah membuat kondisi ketahanan pangan rumah tangga dan masyarakat sangat terpuruk. Hal ini mengakibatkan pendapatan ekonomi yang tadinya mulai meningkat akhirnya harus kembali ke kondisi sebelumnya oleh karena aset yang diperoleh saat menambang harus dijual kembali untuk membeli kebutuhan pangan rumah tangga; karena masyarakat belum memiliki konsep untuk pengembangan usaha produktif dari uang hasil tambang terutama perempuan tidak dapat mengelolah ekonomi rumah tangganya secara baik, meskipun mereka mengetahui kalau persediaan deposit Mangan pada suatu waktu akan habis;
Pengeluhan terhadap kondisi kesehatan dengan rasa sakit yang berbeda terutama kaum perempuan dari sebelum menjadi penambang, namun tidak ada kegiatan jaminan kesehatan bagi masyarakat dan perusahaan kurang memperhatikan alat pelindung diri dalam sistim Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) penambang sehingga telah menyebabkan permpuan meninggal ataupun cacat fisik.

Pelajaran Yang Dipetik

Jika tambang Mangan ingin berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan yang responsif jender:
1)    Memahami dampak tambang bagi lingkungan dan  bagi perempuan maupun  laki-laki;terutama perbedaan akses dan  kontrol perempuan terhadap hak atas tanah;
2)    Memastikan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan tanpa tekanan tentang pembukaan tambang – setelah mendapat pemahaman yang menyeluruh tentang tambang dan  dampaknya. “The rights to say No or Yes”; pengambilan keputusan harus didahului pemahaman tentang tambang dan konsekuensinya dan harus bisa memutuskan tanpa tekanan;
3)   Memastikan perlindungan perempuan dan anak di komunitas lingkungan tambang Mangan; dengan terselenggranya pendidikan anak dalam komunitas lingkungan tambang dan mencegah anak melakukan pekerjaan dalam tambang atau pekerjaan lain di lingkungan tambang yang membahayakan tumbuh kembangnya anak;
4)       Memastikan kedaulatan pangan dan ketersediaan air bersih masyaraat di komunitas pertambangan dan  tidak mengalami gangguan terhadap pekerja tambang;
5)      Memastikan tidak terjadi konflik antara masyarakat setempat dan masyarakat pendatang yang bekerja di tambang – pemenuhan rasa aman bagi perempuan dan anak;
6)     Memastikan tidak adanya eksploitasi perempuan dan anak perempuan yang diakibatkan oleh adanya tambang Mangan;
7)    Dalam setiap tahap pertambangan (Pra penambangan, Penambangan dan Pasca Penambangan) harus mendudukkan perempuan sebagai agen pelaku dan pemanfaat dengan mendudukan keadilan jender pada posisi yang strategis.

Daftar Bacaan

Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Mugniesyah, Siti Sugiah, 2007. Gender, Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan dalam Ekologi Manusia. Editor Soeryo Adiwibowo. Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

SEJARAH MUSIK SULING BAMBU DI TIMOR

Oleh:   Ir. Beny. Ulu Meak, M.Si Sejarah tentang suling bambu sudah sedemikan lama dan erat kaitannya dengan peradaban manus...