Minggu, 22 Agustus 2010

KONTROVERSI SEPUTAR LINGKUNGAN HIDUP

Oleh :
Ir. Beny. Ulu Meak


Krisis dan issue kerusakan lingkungan hidup dewasa ini menjadi sesuatu yang utama untuk diperbincangkan karena kondisi factual menggambarkan bahwa secara umum dari waktu ke waktu kualitas dan kuantitas lingkungan hidup cenderung mengalami penurunan sebagai akibat dari proses pembangunan yang tidak memperhatikan kelestarian dari lingkungan hidup itu sendiri. Sadar atau tidak sadar, manusia secara perlahan menerapkan budaya konsumerisme yang tinggi mulai membuat wajah lingkungan hidup dengan kerusakan di mana-mana. Apakah kita masih ingin hidup pada kondisi lingkungan hidup yang mulai rusak seperti ini ? Pertanyaan besar bagi kita semua sebagai penghuni planet bumi ini.

Kerusakan lingkungan hidup tidak terjadi secara tiba-tiba

Masalah kerusakan lingkungan hidup disinyalir tidak terjadi secara tiba-tiba tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terkait di dalamnya dan tidak berdiri sendiri. Keterkaitan antara masalah satu dengan yang lain disebabkan karena sebuah faktor merupakan sebab berbagai masalah, sebuah faktor mempunyai pengaruh yang berbeda dan interaksi antar berbagai masalah dan dampak yang ditimbulkan bersifat kumulatif. Salah satu faktor yang sering terjadi, manakala di dalam proses pembangunan itu terdapat ekstrasi/eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan (over-exploitation),tidak ramah lingkungan dan kurang memperhatikan aspek keberlanjutan (suitanable). Oleh sebab itu manusia dalam upayanya memperoleh kualitas dan kenyamanan hidup yang lebih baik, perlu memperhatikan hal-hal apakah yang nantinya akan membuat terjadinya kerusakan atau keseimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Dalam konteks kerusakan lingkungan yang sering terjadi disebabkan oleh dua hal yaitu peristiwa alam dan kegiatan manusia. Penyebab terjadinya masalah lingkungan hidup adalah adanya kegiatan manusia seperti pembuangan limbah pabrik, sampah dari rumah tangga, penebangan dan kebakaran hutan, kegiatan penambangan yang tidak teratur dan lain sebagainya yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap sumberdaya air,udara dan tanah. Sebagai perbandingan, dari hasil survei tentang Environmental Performance Index/EPI (2008) yang dilakukan Universitas Yale, disebutkan Indonesia kini berada di urutan ke 102 dari 149 negara yang berwawasan lingkungan. Begitu pula eskalasi pemanasan bumi. Hasil kajian Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007), menunjukkan bahwa 11 dari 12 tahun terpanas sejak tahun 1850 terjadi dalam waktu 12 tahun terkhir dimana kenaikan suhu sejak tahun 1850 2005 adalah 0,76 derajat Celcius, dengan kenaikan tinggi muka laut rata rata 1,8 mm per tahun yakni tahun 1961 2003 dan akan menjadi 0,17 meter pada abad XX. Kegelisahan ini mulai kita rasakan dengan beberapa indikator yaitu: cuaca yang sering berubah-ubah, panas yang tidak wajar, serta kekeringan yang telah melanda sebagian belahan bumi termasuk wilayah kita sebab setiap perbuatan yang kita lakukan di setiap wilayah kita masing-masing nantinya akan mempengaruhi wilayah lain dan pada akhirnya akan mempengaruhi kondisi belahan bumi yang kita cintai ini. Hal ini akan memberikan kontroversi tersendiri bagi kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup kita.

Kegagalan pengelolaan lingkungan hidup

Berdasarkan laporan dan hasil dari berbagai studi mengatakan bahwa kegagalan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup diakibatkan adanya tiga kegagalan dasar dari komponen perangkat dan pelaku pengelolaan lingkungan hidup (Wahyudin,2005) yaitu Pertama : Kegagalan kebijakan (lag of policy) sebagai bagian dari kegagalan perangkat hukum yang tidak dapat menginternalisasi permasalahan lingkungan yang ada. Kegagalan kebijakan (lag of policy) terindikasi terjadi akibat adanya kesalahan justifikasi para pengambil keputusan (policy maker) dalam menentukan kebijakan dengan ragam pasal-pasal yang berkaitan erat dengan keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan. Artinya bahwa, kebijakan tersebut telah membuat ‘blunder’ sehingga lingkungan hidup hanya menjadi variabel minor.Selain itu, proses penciptaan dan penentuan kebijakan yang berkenaan dengan lingkungan hidup dilakukan dengan minim sekali melibatkan partisipasi masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai komponen utama sasaran yang harus dilindungi; Kedua :Kegagalan masyarakat (lag of community) sebagai bagian dari kegagalan pelaku pengelolaan lokal akibat adanya beberapa persoalan mendasar yang menjadi keterbatasan masyarakat. Kegagalan masyarakat (lag of community) terjadi akibat kurangnya kemampuan masyarakat untuk dapat menyelesaikan persoalan lingkungan secara sepihak, disamping kurangnya kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk memberikan pressure kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan berkewajiban mengelola dan melindungi lingkungan. Ketidakberdayaan masyarakat tersebut semakin memperburuk bargaining position masyarakat sebagai pengelola lokal dan pemanfaat sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Ketiga : Kegagalan pemerintah (lag of government) sebagai bagian kegagalan pelaku pengelolaan regional yang diakibatkan oleh kurangnya perhatian pemerintah dalam menanggapi persoalan lingkungan hidup. Kegagalan pemerintah (lag of government) terjadi akibat kurangnya kepedulian pemerintah untuk mencari alternatif pemecahan persoalan lingkungan hidup yang dihadapi secara menyeluruh dengan melibatkan segenap komponen terkait (stakeholders). Dalam hal ini, seringkali pemerintah melakukan penanggulangan permasalahan lingkungan hidup yang ada secara parsial dan kurang terkoordinasi. Dampaknya, proses penciptaan co-existence antar variabel lingkungan yang menuju keharmonisan dan keberlanjutan antar variabel menjadi terabaikan.

Siapa yang bertanggungjawab

Berbagai kejadian dan bencana alam yang menerpa penghuni bumi mulai dari banjir, tanah longsor, kemarau panjang, hingga berubahnya pola curah hujan merupakan panggilan alam yang mengingatkan manusia tentang kerusakan lingkungan yang harus dihadapi saat ini. Seruan untuk mereposisi diri dan mengubah perilaku terhadap lingkungan hidup menjadi tuntutan dalam langkah reformasi pembangunan ke depan. Penyebab utama kehancuran lingkungan saat ini akibat monopoli kekuatan ekonomi, politik nasional, dan global di tangan pemilik modal yang berorientasi keuntungan materi semata. Bencana lingkungan hidup yang terjadi saat ini merupakan buah dari rendahnya kualitas keputusan politik yang dikeluarkan oleh para pengambil kebijakan yang jarang sekali pro lingkungan dan pro rakyat. Sebagai contoh, di era globalisasi sekarang ini, kelestarian lingkungan hidup hanya menjadi mimpi bagi kita semua. Mimpi buruk umat manusia ini tampak akan semakin nyata, yakni terjadi krisis lingkungan/ekologi yang semakin besar. Hal tersebut merupakan isu panas yang menjadi pemberitaan dan sorotan dari penggiat masyarakat seperti Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM. Hampir tiap saat media massa dan elektronik menyuguhkan sederetan fakta, baik berskala kecil maupun berskala besar, tentang kesewenang-wenangan anak manusia dalam mengelola sumber daya alam yang tidak pada porsinya. Konsumsi manusia yang terus bertambah semakin menguras sumber daya alam yang ada, sedangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan akan melemah.

Peranan Pemerintah harus lebih mempertegas dan memperjelas peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup berikut sanksi yang diberikan bagi para perusak lingkungan. Hal ini dikarenakan realita penegakan hukum lingkungan di wilayah kita yang tidak semakin baik, bahkan cenderung suram. Sedikit sekali kasus kerusakan lingkungan yang dibawa ke pengadilan serta tidak memuaskannya keputusan atas kasus-kasus yang diselesaikan di pengadilan. Maka, hal tersebut memberikan kesan bahwa perundang-undangan yang telah dibentuk dan disahkan hanya sebatas aturan tertulis saja tanpa penindakan lebih lanjut.Pencapaian langkah-langkah pelestarian lingkungan juga membutuhkan peran serta seluruh kalangan masyarakat yang sepatutnya mampu memberikan dukungan kepada elemen-elemen yang bergerak di bidang usaha pelestarian lingkungan hidup dengan kearifan lokal yang mereka miliki . Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM juga dapat berperan sosialis, kritis, dan idealis sebagai aktivis lingkungan hidup yang memperjuangkan lingkungan sekitarnya. Pihak swasta/pemrakarsa usaha lingkungan hidup dibidang pertambangan, kehutanam dan lainnya harus memperhatikan upaya pelestarian jika hendak melakukan kegiatan eksploitasi dan atau eksploirasi lingkungan itu sebagai contoh dengan melakukan upaya reklamasi dan revegetasi lahan dalam setiap tahapan kegiatan itu. Berbagai peran ini dapat kita jadikan momen penting sebagai titik balik untuk melakukan penyelamatan lingkungan demi menjaga kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini.

Hal yang paling penting adalah lingkungan hidup kita tidak akan mampu merenovasi wajahnya dengan usaha sendiri atau secara alamiah, tetapi membutuhkan partisipasi dari seluruh pihak untuk mengubah wajah lingkungan hidup menjadi ratu dari seluruh alam semesta ini. Itulah fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan hidup sekitar kita. Sadar atau setengah sadar, kita harus menggugah dan mengasah nurani kita untuk peduli terhadap lingkungan hidup kita di bumi kita sendiri.

*).Tulisan ini  telah dimuat juga di Tabloid Mingguan Biinmaffo, No.159 Thn.IX, Minggu I – II Juni 2010
    (Tabloid Lokal PEMKAB TTU-NTT)

Rabu, 18 Agustus 2010

APA YANG TERJADI DENGAN KEGIATAN PENAMBANGAN MANGAN DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA-NTT

Oleh :
Ir. Beny. Ulu Meak
Kabid. Pengelolaan, Penanggulangan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA),
Kabupaten Timor Tengah Utara-NTT

I. PENDAHULUAN
Dewasa ini Mangan (Mn) merupakan salah satu bahan galian logam yang sedang mencapai puncaknya ,hal ini dikarenakan kebutuhan barang tambang mangan meningkat pesat seiring dengan meningkatnya teknologi. Menurut data statistik (Central Bureau of Statistic) memperlihatkan konsumsi atau penggunaan mangan dunia sangat besar dengan total 43.579,26 ton pada tahun 2002 dan meningkat pada tahun 2003 sebesar 52.242,67 ton dengan konsumsi terbesar untuk tujuan metalurgi pada industri besi dan baja yang dapat mencapai 90 %.Sedangkan penggunaan mangan untuk tujuan non metalurgi antara lain adalah untuk produksi bateri kering, keramik, cat, gelas, glasir, kimia dan lain-lain hanya sekitar 10 % saja (Anonymous,2005).
Kegiatan penambangan mangan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) baru ramai dilaksanakan selama dua tahun terakhir ini sebagai akibat dari permintaan konsumsi mangan dunia, disamping itu mangan yang ada dan tersebar hampir di seluruh kawasan wilayah Kabupaten TTU dinilai cukup berkualitas karena mendekati standar proses pemurnian yang berlaku di pabrik pengolahan . Hasil penyelidikan geokimia regional di NTT bahwa penyebaran mangan sebagian besar di bagian timur sampai dengan timur laut, yaitu di sekitar desa Haumeni (Kab. TTU) sampai utara Niki-Niki (Kab. TTS); di selatan sampai dengan barat daya sekitar Oetaman sampai Oetune. Hasil analisis kimia nilai kisaran tertinggi antara 1.726 ppm – 2.546 ppm. Dari data statistik Mn rata-rata 1.148 ppm dan standar deviasi 410 ppm. Sebaran pada umumnya menempati jenis tanah formasi kompleks bobonaro (Ramli dkk, 2002).
Namun demikian karena kegiatan penambangan yang dimulai dari tahap pra penambangan, proses penambangan sampai pasca penambangan masih dilakukan secara sederhana dan dalam kegiatan penambangannya masih menggunakan tenaga masyarakat-lokal sebagai pekerja utama, sehingga pertambangan mangan umumnya dapat memberikan peluang penurunan kualitas lingkungan hidup dan dapat mempengaruhi proses social dan tingkat kesehatan masyarakat lokal.


II. FENOMENA KEGIATAN PENAMBANGAN MANGAN

Kegiatan pertambangan merupakan penggalian permukaan tanah hingga kedalaman tertentu untuk mendapatkan potensi galian/mineral yang dibutuhkan sehingga tidak jarang menimbulkan perdebatan mengenai kegiatan pertambangan itu sendiri karena akan menimbulkan peluang kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi dikarenakan adanya eksplorasi sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Kerusakan lingkungan ini telah mengganggu proses alam, sehingga banyak fungsi ekologi alam akan terganggu.
Batu Mangan (Mn) di Kabupaten TTU adalah suatu potensi alam yang cukup menjanjikan dan memiliki manfaat ekonomis yang cukup tinggi bagi tingkat pendapatan masyarakat, sehingga sebagai konsekwensinya bertumbuhlah kelompok-kelompok pertambangan rakyat dan masuknya para pemilik modal untuk menambang batuan mangan. Peluang pertambangan mangan nampaknya mulai menggeser usaha pertanian tradisional ke upaya pertambangan tradisional. Fenomena ini jelas membawa perubahan positif dalam rangka peningkatan laju pendapatan masyarakat lokal, namun demikian secara tidak langsung akan memberikan dampak negatif akan kerusakan SDA dan lingkungan hidup karena masyarakat sebagai penambang tradisional belum memiliki keterampilan yang memadai akan sistim pertambangan itu sendiri. Di lain pihak tidak jarang menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat dan tingkat keselamatan kerja menjadi sebuah resiko yang tinggi bahkan dapat menimbulkan kematian para pekerja akibat tertimbunnya tanah galian tambang mangan itu. Data yang dihimpun sampai dengan akhir Agustus 2010 yang mengakibatkan kematian para pekerja tambang lokal di wilayah Kabupaten TTU sebanyak = 16 orang


III. EVALUASI DAMPAK PENTING TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP

Masalah lingkungan tidak berdiri sendiri, tetapi selalu saling terkait erat. Keterkaitan antara masalah satu dengan yang lain disebabkan karena sebuah faktor merupakan sebab berbagai masalah, sebuah faktor mempunyai pengaruh yang berbeda dan interaksi antar berbagai masalah dan dampak yang ditimbulkan bersifat kumulatif (Soedradjad, 1999). Data studi Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) mengatakan bahwa, komponen lingkungan yang diduga terkena dampak penting akibat dari kegiatan penambangan mangan di Kabupaten TTU sebagai berikut:
a)Pada lingkungan fisik dan kimiawi :
· Terjadinya peningkatan debu yang menyebabkan kualitas udara menurun, sebagai akibat dari mobilisasi kendaraan proyek atau kendaraan lain serta akibat tiupan angin jika di lokasi tambang tersebut tidak ada vegetasi yang cukup;
·Terjadinya peningkatan kebisingan karena akibat aktivitas penggunaan alat-alat berat maupun lalulintas kendaraan proyek;
·Terjadinya penurunan kualitas air dan kuantitas air (debit air) sebagai akibat dari pencucian batu mangan maupun karena akibat dari tanah/lahan yang telah menjadi terbuka (tidak ada vegetasi penutup) sehingga air dapat mengalir dengan bebas ke badan-badan air jika tanpa adanya wadah penampungan/pengelolaan limbah cair tersebut, Debit air tanah juga akan menurun karena vegetasi (terutama pepohonan) yang dapat menampung air telah ikut di tebang dalam sistim pertmbangan itu.
·Terjadinya perubahan topografi/morfologi (bentangan lahan) yang disebabkan oleh kegiatan penambangan (penggalian) maka pada daerah yang berbukit dapat menjadi rata,daerah yang berkemiringan akan semakin miring atau terjadi cekungan –cekungan pada daerah datar;
·Peningkatan erosi tanah dan longsor sebagai akibat dari kegiatan penggalian batu mangan dan pembersihan lokasi (penebangan vegetasi) sehingga lapisan tanah atas (top soil) menjadi saling melepas dan jika turun hujan maka akan semakin banyak permukaan lahan yang terkikis oleh aliran air permukaan (run-off) ke daerah yang lebih rendah dengan membawa material tanah maupun humus dan jika terbawa masuk ke aliran sungai maka akan terjadi pendangkalan sungai dan naiknya Total Suspended Solid (TSS) air sungai.
·Terjadi perubahan pola tata guna lahan sebagai akibat pembersihan lokasi penambangan (land clearing) dan penggalian dapat menyebabkan pola penggunaan lahan dimana yang sebelumnya diperuntukan bagi lahan usaha tani telah beralih menjadi lahan penambangan maupun pembangunan sarana dan prasarana proyek penambangan itu sendiri;
·Terjadinya penurunan kesuburan tanah sebagai akibat dari perubahan pola tata guna lahan maupun erosi tanah serta longsor dari aktivitas penambangan sehingga lahan menjadi tidak subur jika dimanfaatkan lagi untuk kegiatan usaha tani dalam jangka waktu yang pendek;
·Terjadinya perubahan nilai estetika lingkungan sebagai akibat dari kegiatan penambangan (penggalian) dengan lubang-lubang tambang, limbah padat yang berserakan dan badan –badan jalan akan rusak akibat lalulintas kendaraan yang padat dan menyebabkan pemandangan lingkungan sekitar yang tidak/kurang menarik.
b)Pada lingkungan biologis :
· Terjadinya penurunan keanekaragaman flora
· Terjadinya penurunan keanekaragaman fauna
c)
Pada lingkungan social,ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat;
·Terjadinya perubahan proses sosial dan pranata sosial
·Terjadinya perubahan sikap dan persepsi masyarakat
·Terjadinya perubahan tingkat pendapatan Rumah Tangga (RT)/masyarakat
·Terjadinya perubahan kesempatan berusaha/peluang bekerja/angka penganguran;
·Terjadinya mobilitas penduduk
·Perubahan proses budaya (ketaatan terhadap elit tradisional)
·Perubahan pola penyakit.angka kesakitan


IV. ARAHAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Menurut (Zulkieflimansyah,2008) upaya yang dapat ditempuh guna menjaga kelestarian lingkungan hidup dan meningkatkan manfaat SDA sehubungan dengan kegiatan penambangan mencakup tiga hal penting yaitu : Pertama, meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan dan melakukan penegakan hukum terhadap pencemar dan perusak lingkungan hidup. Kedua, konsistensi dari seluruh stakeholders pembangunan dalam kepatuhannya terhadap berbagai produk legislasi di bidang perlindungan dan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup. Ketiga, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya pengelolaan dan perlindungan SDA dan lingkungan hidup yang berorientasi kepada pelestarian dan kelestaraian lingkungan hidup.
V. PENUTUP
Potensi Mangan di Kabupaten TTU adalah menjanjikan bagi kesejahteraan masyarakat dan pendapatan daerah jika dikelola secara baik, maka tidak menimbulkan dampak negatif bagi pembangunan wilayah. Batuan Mangan juga dapat membahayakan kehidupan masyarakat yang hidup berdampingan dengan Mangan.Oleh karena itu, Mangan hendaknya dieksploitasi dengan menggunakan berbagai pendekatan yang ramah lingkungan melalui kegiatan reklamasi lahan bekas tambang, ramah kehidupan masyarakat melalui penggunaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja ketika memasuki areal pertambangan, dan ramah pendapatan daerah melalui penganekeragaman potensi tata guna lahan di pasca-reklamasi lahan tambang.
Upaya yang ditempuh untuk mengoptimalkan kegiatan penambangan Mangan di wilayah Kabupaten TTU adalah melalui Business Empowerment Sytem yang memfokuskan kepada upaya pemberdayaan masyarakat dan Desa untuk tercapainya peningkatan pendapatan dan daya beli menuju kesejahtraan masyarakat melalui pengembangan ekonomi lokal berbasis pertanian moderen gotong royong secara terpadu dan model CSR (Coorporate Social Responsibility) maupun pelaksanaan reklamasi lahan,revegetasi lahan dan reforesti hutan sehingga dapat mengembalikan kondisi lingkungan yang paling kurang mendekati seperti pada keadaan semula.Upaya-upaya ini harus didukung dari seluruh unsur yang terkait di dalamnya baik oleh pemrakarsa, pemerintah, pihak LSM maupun masyarakat itu sendiri yang terkena dampak langsung.


DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2005, Mangan ,Informasi Mineral dan Batubara, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Kementrian Negara Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta
Soedradjat, R. 1999. Lingkungan Hidup, Suatu Pengantar. Dirjen Dikti, P & K. Jakarta
.
Zulkieflimansyah,2008, Masa Depan Pertambangan Vs Lingkungan Hidup,
www.Zulkieflimansyah.com
Ramli.Y.R, Djumsari.A, Kisman,Rastaharja.J, Supriadi dan Oman, 2002. Penyelidikan Geokimia Regional Sistematik Kabupaten Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur,Sub. Dit. Mineral Logam Kolokium Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

SEJARAH MUSIK SULING BAMBU DI TIMOR

Oleh:   Ir. Beny. Ulu Meak, M.Si Sejarah tentang suling bambu sudah sedemikan lama dan erat kaitannya dengan peradaban manus...