Oleh: Ir.Beny.Ulu Meak, M.Si
William H. Newman dalam Majid,
(2007) menyatakan bahwa,
“Planning is deciding in advance what is to be
done” atau perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu
apa yang akan dikerjakan. Sedangkan Khairuddin (2000) mengartikan bahwa
perencanaan adalah suatu proses untuk mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistimatis dalam mencapai suatu tujuan
tertentu yang telah ditetapkan. Perencanaan juga
dapat berfungsi sebagai pedoman atau arahan sekaligus ukuran untuk menentukan
perencanaan berikutnya dan lebih bersifat sebagai suatu proses yang berulang (roll process). Selanjutnya Riyadi dan Deddy (2005) menjelaskan bahwa perencanaan
pembangunan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau
keputusan-keputusan yang didasarkan kepada data-data dan fakta-faktayang akan
digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan aktivitas
kemasyarakatan baik yang bersifat fisik ataupun non fisik dalam rangka mencapai
tujuan yang lebih baik.
Pembangunan daerah pada dasarnya merupakan bagian integral
dari sistem pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh semua komponen
masyarakat dan pemerintah menurut prakarsa daerah. Dalam konteks ini maka
perencanaan pembangunan daerah tidak dapat dilepaskan dari sistem perencanaan
pembangunan nasional. Kebutuhan perencanaan pembangunan daerah terkait dengan
paradigma otonomi daerah yang memberi hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai potensi sumberdaya yang dimiliki dan
aspirasi masyarakat yang berkembang.
Perencanaan pembangunan daerah merupakan proses perencanaan
pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan
yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya
dalam wilayah/daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai
sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh,
lengkap, tapi tetap berpegang pada asas prioritas antara lain: aspek lingkungan, aspek potensi dan masalah,
aspek SDM, dan aspek ruang dan waktu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa perencanaan pembangunan daerah disusun
secara berjangka berdasarkan dimensi
waktunya, meliputi:
1)
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD), dengan jangka waktu 20 tahun yang merupakan roadmap (peta arah) dan pedoman bagi penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), sebagai acuan penyusunan visi dan
misi calon kepala daerah, sebagai instrument untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan, dan sebagai instrument untuk meningkatkan keunggulan utama
daerah (core competency). Proses penyusunan RPJPD mengacu pada RPJP
Nasional dan Propinsi dengan memuat sasaran pokok dan arah kebijakan
pembangunan jangka panjang daerah yang di bagi kedalam 4 (empat) tahapan untuk
5 tahunan yang nantinya di tuangkan ke dalam dokumen RPJMD;
2)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 tahun, sebagai implementasi dari janji
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah terpilih pada saat kampanye Pemilukada. RPJMD
juga merupakan dokumen yang akan menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja
Pembangunan Daerah (RKPD). RPJMD merupakan instrument pengendalian bagi Satuan
Pengawas Internal (SPI) dan Bappeda agar pelaksanaan Pembangunan Jangka
Menengah dan Tahunan Daerah mengarah pada pencapaian visi, misi, tujuan,
sasaran, strategi dan arah kebijakan serta indikator capaian kinerja yang
ditetapkan. Proses penyusunannya
berpedoman kepada RPJMD Propinsi dengan memperhatikan RPJMD Nasional; dan RPJMD
menjadi alat atau instrument untuk mengukur tingkat pencapaian kinerja kepala
SKPD, mempertanggungjawabkan pelaksanaan program dan kegiatan baik jangka
menengah maupun tahunan sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi masing-masing.
RPJMD menjadi pedoman evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008, yang hasilnya identik
dengan keberhasilan seorang Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam
memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah selama masa bakti 5 (lima) tahun.
3)
Rencana Kerja Pembangunan Daerah
(RKPD), merupakan penjabaran dari RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka
ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya,
baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu pada rencana kerja pemerintah.
RKPD menjadi acuan penyusunan Rencana Kerja SKPD dan memberikan gambaran
konsistensi program dan sinkronisasi pencapaian sasaran antara RKPD dengan
RPJMD, serta menjadi pedoman dalam penyusunan APBD dan juga sebagai pedoman
penyusunan program dan kegiatan penyelenggaraan urusan dan lintas urusan
pemerintahan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD.
Ditinjau berdasarkan prosesnya, penyusunan rencana pembangunan daerah (RPJPD, RPJMD dan RKPD)
dilakukan melalui empat pendekatan mendasar dalam suatu rangkaian perencanaan,
yaitu: (1) Pendekatan Politik, yaitu memandang bahwa pemilihan Kepala Daerah
adalah proses penyusunan rencana pembangunan,
karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program
pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Kepala Daerah sebagai suatu proses politik (public
choice theory of planning), khususnya penjabaran
Visi dan Misi dalam RPJMD; (2)
Pendekatan Teknokratik, yaitu dilaksanakan dengan menggunakan metode dan
kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional
bertugas untuk itu; (3) Pendekatan Partisipatif, yaitu dilaksanakan dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)
terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi
dan menciptakan rasa memiliki dengan mekanisme musyawarah perencanaan yang
dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa, dan dusun yang
di istilahkan dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) dan
dimulai dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan Dusun
(Musrembangdus) sampai Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Nasional (Musrembangnas); dan (4) Pendekatan Atas-Bawah (Top-Down) dan Bawah Atas (Bottom Up), yaitu dalam perencanaan
dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan
bawah-atas diselaraskan melalui forum koordinasi antar instansi pemerintah dan
partisipasi seluruh pelaku pembangunan.
Sebagai upaya untuk mengefektifkan
pencapaian sasaran pembangunan daerah tahunan dengan
mendayagunakan sumber pendanaan yang tersedia, maka dalam implementasi Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang diawali dari Rencana
Kerja (Renja) semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilakukan forum koordinasi SKPD dan penajaman perencanaan
wajib menerapkan prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi,
akuntabilitas dan partisipasi. Selanjutnya prasyarat utama dalam implementasi
untuk meningkatkan kinerja Pemerintah
perlu dilaksanakan Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi
dan Sinergi (KISS)
untuk mendapatkan keterpaduan program dan kegiatan pembangunan daerah dari
berbagai sumber pendanaan, baik sumber pendanaan APBN, APBD I dan APBD II
maupun sumber sumber lainnya yag berasal dari pihak swasta
maupun bantuan pendanaan melalui NGO/LSM dan
Lembaga kerjasama lainnya serta partisipasi masyarakat. Memperhatikan
pendekatan perencanaan pembangunan perlu dilakukan untuk mensinergiskan faktor
pembiayaan daerah yang dibiayai oleh APBD, APBN dan pihak lain sehingga tidak
terjadi overlapping atau pembiayaan
ganda terhadap suatu program maupun kegiatan pembangunan di daerah (Rusmadi,
2006).
Beberapa indikator
dalam proses perencanaan yang lazimnya digunakan adalah : (1 Cakupan penerima manfaat;
Indikator ini memberikan perhatian
pada luasan cakupan manfaat yang akan diterima apabila suatu kegiatan
dilaksanakan. Satuan cakupan penerima manfaat adalah jumlah Kepala Keluarga
(KK) miskin dan jumlah desa sesuai
peruntukkannya; (2) Memiliki dampak langsung yang dirasakan oleh masyarakat semisal peningkatan ketahanan pangan/peningkatan
pendapatan; maksudnya kegiatan yang diusulkan harus mampu memberikan dampak langsung
terhadap peningkatan ketahanan pangan/pendapatan terhadap
usaha/kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan
ataupun usaha produktif lainnya; (3) Penting dan mendesak untuk dilaksanakan/urgensi; Kegiatan
yang diusulkan adalah kegiatan yang mendesak untuk segera ditangani karena
apabila tidak segera ditangani akan memberikan dampak atau kerugian yang lebih
luas. Kerugian yang timbul dapat diukur secara materi ataupun dampak social; (4) Merupakan tugas pelayanan
pemerintah; dan (5) Realistis untuk dilaksanakan sesuai kemampuan sumberdaya
yang ada dan kemampuan keuangan daerah yang tersedia.
Ruang lingkup/substantive dari perencanaan daerah jika dikaji secara
seksama akan menyangkut tiga lingkup
perencanaan yaitu perencanaan yang berkaitan dengan upaya pengembangan
kemasyarakatan atau sosial (social planning), perencanaan yang berkaitan dengan upaya
pengembangan ekonomi (economic planning) dan perencanaan yang dikaitkan dengan aspek fisik (Physical Planning). Perencanaan Social (Social Planning) adalah segala usaha perencanaan
pembangunan yang berorientasi dan bermotivasi kepada segi kehidupan
kemasyarakatan. Produk perencanaan sosial merupakan arahan dan pedoman
pengembangan dan pembangunan sosial seperti, misalnya rencana pengembangan
pendidikan/penguatan
kapasitas/pelatihan, kesehatan, kependudukan dan keluarga berencana, perencanaan
kelembagaan, perencanaan pengembangan keagamaan, perencanaan pengembangan
politik dan
lain-lain; Perencanaan Ekonomi (Economic
Plannning) adalah segala upaya perencanaan
pembangunan yang berorientasi dan bermotivasi ke arah pengembangan
perekonomian. Produk perencanaan ekonomi termasuk rencana pengembangan
produksi, pengembangan pendapatan per kapita, lapangan kerja, distribusi
konsumsi, pengembangan perangkutan dan perhubungan, rencana moneter dll; serta Perencanaan Fisik (Physical Planning) adalah segala upaya
perencanaan yang berorientasi dan bermotivasi aspek fisik. Dalam hal
perencanaan wilayah dan kota maka perencanaan fisik berwawasan penataan tata
ruang untuk dapat mengefesienkan dan efektifkan pemanfaatan ruang dan sumber daya. Pada kenyataannya
perencanaan fisik merupakan upaya untuk mewujudkan wadah dan struktur nyata
dalam rangka menjabarkan kebutuhan sosial ekonomis masyarakat. Di
dalam keseluruhan proses perencanaan ketiga ruang lingkup substansi tersebut
tidaklah terlepas satu sama lain.
Lebih
lengkap dari perumusan-perumusan di atas
J.R. Beishline menyatakan bahwa fungsi
perencanaan memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang siapa, apa, di
mana, bagaimana, dan mengapa, tegasnya sebagaimana dikatakannya: “ …. Perencanaan menentukan apa yang harus
dicapai (penentuan waktu secara kualitatif) dan bila itu harus dicapai, di mana
hal itu harus dicapai, bagaimana hal itu harus dicapai siapa yang bertaggung
jawab dan mengapa hal itu harus dicapai.........”. Pada
umumnya, suatu rencana yang baik berisikan atau memuat enam unsur, yaitu: the what, the why, the where, the when,
the who, dan the how (6 W +1 H).
Jadi, suatu rencana yang baik harus memberikan jawaban kepada enam pertanyaan
berikut; Tindakan apa yang harus
dikerjakan?; Apakah sebabnya
tindakan itu harus dikerjakan?; Di
manakah tindakan itu harus dilaksanakan?; Kapankah
tindakan itu dilaksanakan?; Siapakah
yang akan mengerjakan tindakan itu?;
dan Bagimanakah caranya melaksanakan
tindakan itu?
Daftar
Bacaan
Khairuddin,
2000., Pembangunan Masyarakat, Tinjauan Aspek
Sosiologi,Ekonomi dan Perencanaan, Liberty, Yogjakarta.
Majid,
Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Rosda Karya, Bandung.
Riyadi dan Supriadi,B.Deddy, 2005, Perencanaan
Pembangunan Daerah; Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah,Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Rusmadi, 2006, Membangun Perencanaan
Partisipatif di Desa, C.Force, Samarinda.