Oleh
Beny. Ulu Meak
1. Pendahuluan
Peranan Sumberdaya
Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup (LH) sangat penting dalam pembangunan nasional maupun
pembangunan di daerah, baik sebagai penyedia bahan baku bagi pembangunan ekonomi
maupun sebagai pendukung sistem kehidupan sosial, namun hal yang harus dipahami bahwa
SDA dan LH mempunyai keterbatasan dan
dapat mengalami penurunan dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Penurunan kualitas
dan kuantitas ini dapat menyebabkan kondisi SDA dan lingkungan hidup kurang
atau tidak dapat berfungsi lagi untuk mendukung kehidupan makhluk hidup yang
ada di dalamnya
termasuk manusia.Oleh karena itu sesuai dengan
fungsinya tersebut,maka SDA dan lingkungan hidup perlu dikelola dengan
bijaksana agar pembangunan serta keberlangsungan kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya dapat terjaga dan lestari saat ini dan di masa yang akan datang,
dimana salah satunya adalah dengan pelibatan masyarakat lokal dalam
pengelolaannya.
Masalah lingkungan yang sering timbul tidak dapat
dilepaskan dari faktor-faktor sosial dan politik. Tidaklah berlebihan apabila
dikatakan bahwa distribusi kekuasaan yang tidak merata menjadi penyebab
ketimpangan akses terhadap lingkungan antara pengusaha dan pemerintah sebagai
pemegang kekuasaan di satu pihak dengan masyarakat yang dikuasai dipihak lain.
Lebih lanjut ketimpangan ini sering menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan
tanpa rumusan resolusi konflik yang jelas. Dari sinilah pendekatan baru harus
disertakan, yaitu partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan
berkaitan dengan pengelolaan SDA dan LH.Hal inilah yang menjadi alasan
penting berkaitan dengan partisipasi masyarakat lokal ini yaitu untuk
menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dalam rangka meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lingkungan.Upaya pelibatan
masyarakat lokal dapat dijadikan sarana memahami budaya masyarakat yang
tinggal di wilayah yang akan dieksploitasi, mendiskripsikan hubungan antara
masyarakat dengan SDA dan LH yang dieksploitasi, antara
masyarakat dengan masyarakat dan pada akhirnya untuk mencari solusi kemungkinan
pengembangan masyarakat lokal (community
development).
2. Pengertian
Partisipasi Masyarakat
Steni (2009) menyatakan bahwa secara
etimologis partisipasi berasal dari kata “participation” (bahasa Inggris) yang
artinya pengambilan bagian. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan “participatie”
yang artinya penyertaan.Bahasa Indonesia kemudian menerjemahkan partisipasi
sebagai perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan.Dengan demikian ada
dua hal pokok dalam partisipasi yakni mengambil bagian dan penyertaan atau
berperan serta.Menurut Hikmat (2008), banyak definisi yang dikemukakan para
ahli tentang partisipasi. Namun secara harafiah, partisipasi berarti "turut
berperan serta dalam suatu kegiatan”, “keikutsertaan atau peran serta
dalam suatu kegiatan”, “peran serta aktif atauproaktif dalam suatu
kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan
masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam
dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam
keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan.Sedangkanmenurut Hoofsteede
(1971) yang disetir oleh Khairuddin (2000),participation
berarti ”The taking part in one or more phases of the process” atau
mengambil bagian dalam suatu tahap atau lebih dari suatu proses, dalam hal ini
proses pembangunan. Lebih lanjut Abe (2005)mengemukakan, melibatkan masyarakat
secara langsung akan membawa dampak penting, yaitu : terhindar dari peluang
terjadinya manipulasi.memperjelas apa yang sebenarnya dikehendaki oleh
masyarakat,ada nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan karena semakin
banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik.
Partisipasi dapat dijelaskan dalam ; apa
(what) jenis partisipasi yang
dilakukan, siapa (who) yang melakukan
partisipasi itu dan bagaimana (how) partisipasi itu berlangsung (Cohem
dan Uphoff,1977) dan partisispasi itu hendaknya tidak dimaksimalkan atau digunakan
dimana-mana dengan tingkat yang serupa, tetapi sebaiknya partisipasi itu
dioptimalkan dengan menyesuaikan kondisi dimana partisipasi itu dilaksanakan
(Esman dan Uphoff, 1984).
Partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara
melakukan interaksi antara dua kelompok yaitu kelompok masyarakat yang terkena
kebijakan dengan kelompok pengambil keputusan. Canter (1977) dalam
Luwihono (2007) mendefinisikan partisipasi masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah
yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu
proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa
oleh badan yang bertanggungjawab. Secara sederhana ia mendefinisikan sebagai feed forward information (komunikasi
dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan feedback information (komunikasi dari
masyarakat ke pemerintah atas kebijakan itu).Dari pengertian tersebut dapat
dikatakan bahwa partisipasi masyarakat sebenarnya merupakan instrumen
hubungan timbal balik dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan
lingkungan. Hubungan timbal balik antara pemerintah dan pengusaha dengan
masyarakat dapat dijadikan instrumen untuk mewujudkan keselarasan hubungan
sosial antara dua kelompok beda kepentingan dalam upaya pengelolaan SDA
dan lingkungan hidup.Tujuan lebih lanjut
adalah untuk mempersempit kesenjangan akses terhadap lingkungan antara dua
kelompok masyarakat yang terjadi selama ini. Ada harapan dibalik
pendekatan partisipatif tersebut yaitu supaya ada kebijakan yang “lebih baik”,
yaitu kebijakan yang lebih memberikan manfaat pada masyarakat berupa
diperolehnya kesejahteraan.
3.Mengapa Harus
Partisipatif Dalam Pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup?
Pembangunan pada dasarnya harus mencerminkan perubahan total
suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa
mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun
kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu
kondisi kehidupan yang lebih serba baik, secara material maupun spritual (Todaro,
1989), Oleh karenanya untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut maka
banyak aspek yang harus diperhatikan, diantaranya adalah keterlibatan
masyarakat di dalam pembangunan. Asumsi para pakar yang berpendapat bahwa
semakin tinggi kepedulian atau partisipasi masyarakat pada proses-proses
pengelolaan SDA dan LH akan memberikan output yang lebih optimal.Semakin
tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan, maka semakin tinggi
pula tingkat keberhasilan yang akan dicapai. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa partisipasi masyarakat merupakan faktor utama dalam menentukan
keberhasilan pembangunan.Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dan pengelolaan
SDA dan LH merupakan dua terminologi yang tidak dapat
dipisahkan.Pandangan ini secara rasional dapat diterima, karena secara ideal
tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh
karena itu sangatlah pantas masyarakat terlibat di dalam pengelolaan SDA dan LH.
Alasan lain oleh Korten dalam Supriatna (2000) mengatakan
bahwa pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam
pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat
penerima program pembangunan, maka hasil pembangunan ini akan sesuai dengan
aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan adanya kesesuaian ini
maka hasil pembangunan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya salah satu indikator keberhasilan
pembangunan adalah adanya partisipasi masyarakat penerima program. Begitu juga menurut Conyers, (1991) dalam Slamet (1994), yang mengatakan
terdapat tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat menjadi sangat
penting dalam pembangunan, yaitu: (1) partisipasi merupakan suatu alat guna
memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat,
yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal;(2)
masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa
dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih
mengetahui seluk beluk proyek tersebut; dan (3) adanya anggapan bahwa merupakan
suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat
sendiri.
Berdasarkan pada konsep di atas, maka dapat dikemukakan
bahwa sintesa perlunya partisipasi dalam pengelolaan SDA dan LH
yaitu : (1) adanya penguatan rasa tanggungjawab oleh masyarakat lokal; (2)
menjamin efeisiensi keberhasilan pembangunan; dan (3) secara teknis partisipasi masyarakat dapat membantu proses
pelaksanaan program pengelolaan SDA dan LH.
4.Pembangunan Partisipasi dalam Pengelolaan
SDA dan Lingkungan Hidup
Dalam praktek eksploitasi SDA,seringkali pengusaha yang
didukung dengan kebijakan pemerintah menghindar dari pendekatan
partisipatif dengan melibatkan masyarakat lokal. Pendekatan partisipatif
dianggap akan memakan waktu yang lama dalam proses-proses perencanaan
dan analisis yang akhirnya berdampak pada terhambatnya kebijakan atau proyek.
Bagi kalangan pengusaha, pelibatan masyarakat lokal dipandang hanya akan
menambah beban biaya dan memperpanjang operasional proyek yang bisa
mendatangkan kerugian atas investasinya. Padahal apabila dipahami dengan baik
pendekatan partisipatif ini akan mengurangi potensi timbulnya konflik
lingkungan yang justru dapat menekan biaya sosial yang mungkin timbul. Dengan
melibatkan masyarakat yang tinggal di wilayah yang akan terkena kebijakan,
proyek atau program, dimungkinkan antara lain merumuskan alternatif
penyelesaian masalah yang secara sosial akan dapat diterima dan dapat membentuk
perasaan memiliki terhadap rencana dan penyelesaian suatu program yang
terkait dengan eksploitasi lingkungan. Dengan melibatkan masyarakat lokal
yang akan terkena dampak kegiatan, para pengambil keputusan
dapat menangkap pandangan, kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat
lokal tersebut dan menuangkannya dalam konsep yang dapat membantu pengambil
keputusan untuk menentukan prioritas, kepentingan dan arah yang
positif dalam berbagai faktor (Luwihono, 2007).
Menurut pendapat Sastropoetro (1988) ada
5 (lima) unsur penting yang menentukan gagalnya dan/atau berhasilnya
partisipasi, yaitu :
1.
Komunikasi
yang menumbuhkan pengertian yang efektif atau berhasil
2. Perubahan
sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang
menumbuhkan kesadaran
3.
Kesadaran
yang didasarkan pada perhitungan dan pertimbangan
4. Enthousiasme
yang menumbuhkan spontanitas, yaitu kesediaan melakukansesuatu yang tumbuh dari
dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain
5.
Adanya
rasa tanggungjawab terhadap kepentingan bersama.
5.
Tingkatan Keterlibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut Chapin dan Goldhamer dalam
Slamet (1994) mengatakan bahwa skala pengukuran peran serta masyarakat dapat
dilihat dari beberapa indikator seperti: (1)
Frekuensi kehadiran anggota kelompok dalam pertemuan; (2) Keaktifan
anggota kelompok dalam berdiskusi; (3) Keterlibatan anggota dalam kegiatan
fisik dan (4) Kesediaan memberi iuran rutin atau sumbangan berbentuk uang yang
telah ditetapkan. Selanjutnya oleh Luwihono (2007) menyatakan bahwa pelibatan
masyarakat lokaldalam pengelolaan lingkungan hidup,seharusnya sudah dilakukan
lebih awal yaitu dalam tahapan perencanaan, sehingga masyarakat dapat
terlibat dalam proses pengambilan keputusan sejak dini. Apabila proses
pelibatan masyarakat benar-benar untuk tujuan mencapai hasil yang optimal tidak
hanya bagi pemrakarsa/investor tetapi juga bagi masyarakat, maka partisipasi
hendaklah bukan dipandang sebagai kegiatan formalitas yang sekedar untuk
memperoleh legitimasi publik.Selanjutnya dikatakan juga bahwa untuk mengatasi
hambatan dalam pendekatan partisipatif, penguatan pengetahuan masyarakat
lokal tentang lingkungan, pengelolaan dan bahayanya menjadi prioritas
utama yang harus diperhatikan oleh Pemerintah.Upaya penguatan pengetahuan
masyarakat lokal ini akan memperkuat posisi masyarakat dalam berkomunikasi
dengan pihak pemrakarsa proyek. Dampak lebih lanjut adalah terjadinya proses
komunikasi yang lancar antara kelompok berbeda kepentingan tersebut.
Kemudian oleh Sastropoetro (1988)
menjelaskan bahwa faktor yang dapat
mempengaruhi partisipasi masyarakat, yaitu :
1. Pendidikan,
kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, pendidikansosial dan percaya pada
diri sendiri;
2.
Faktor
lain adalah penginterpretasian yang dangkal terhadap agama;
3. Kecenderungan
untuk menyalahartikan motivasi, tujuan dan kepentinganorganisasi penduduk yang
biasanya mengarah kepada timbulnya persepsiyang salah terhadap keinginan dan
motivasi serta organisasi penduduk;
4.
Kesediannya
kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan;
5.
Tidak
terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai programpembangunan.
Berdasarkan pada asumsi yang dikemukan di atas maka secara
umum dapat dikatakan bahwa keterlibatan
masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup dipengaruhi oleh faktor :
keadaan ekonomi, tingkat pendidikan dan kebutuhan lapangan pekerjaan.
Daftar Pustaka
Abe, A,2002,Perencanaan Daerah Partisipatif, Pondok Edukasi,Solo
Cohem,
J.M dan Uphoff, Norman,T., 1977, Rural
Development Participation, Cornell University Press, New York.
Esman, Milton J., dan Uphoff ,Norman, T.. 1984. Organisasi Daerah: Mediator dalam Pembangunan Pedesaan.Cornell
University Press, Ithaca.
Hikmat,H,2008.,Konsep Pemberdayaan Partisipasi dan
Kelembagaan dalam Pembangunan,Makalah,Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA) dalam http://suniscome.50webs.com/pdf, Diakses tanggal 25 September 2010.
Khairuddin,2000.,Pembangunan Masyarakat, Tinjauan Aspek
Sosiologi,Ekonomi dan Perencanaan,Liberty, Yogjakarta.
Luwihono,S,2007.,Optimalisasi
Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup-Upaya
Mewujudkan Keseimbangan Akses Terhadap Lingkungan,Makalah,Pusat
Penelitian Politik Lokal, Lembaga Percik, Salatiga
Sastropoetro.S.1998..Partisipasi,
Komunikasi, Persuasi dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional.
Bandung.Penerbit Alumni
Slamet.
Y,1994.,Pembangunan Masyarakat Berwawasan Peran Serta.Sebelas Maret
University Press,Surakarta.
Steni.
B, 2009.,Desentralisasi, Koordinasi Dan Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengelolaan Sumberdaya Alam Pasca Otonomi Daerah, Makalah dalam http://www.huma.or.id, Diakses 2
Oktober 2010.
Todaro,
Michael P.,1989.Pembangunan Ekonomi Di Dunia
Ketiga. Edisi-Terjemahan.Erlangga, Bandung.