(Catatan Kritis Pendampingan Program PIDRA Kab.TTU-NTT)
Oleh: Ir. Beny. Ulu Meak
Upaya pengembangan usaha mikro sebagai suatu proses pemberdayaam bagi masyarakat miskin di Kabupaten Timor Tengah Utara dalam pelaksanaan program PIDRA diawali dengan proses pengkajian dan identifikasi pelaku usaha dan prospek pasar sesuai peluang usaha yang ada di masing masing desa sasaran program. Dari hasil kajian dan identifikasi ini ternyata banyak persoalan/hambatan yang dihadapi oleh anggota Kelompok Mandiri dalam mengembangkan usahanya. Namun demikian sejumlah kajian menyatakan bahwa usaha mikro berperan sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi di pedesaan,menyerap tenaga kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan serta mengatasi masalah kemiskinan dengan potensinya dalam meningkatkan posisi tawar (bargaining position) karena berperan sebagai penyangga (buffer) dan katup pengaman (safety valve) dalam upaya mengatasi dampak krisis ekonomi.
Permasalahan Usaha Mikro
Kendala utama yang dihadapi oleh para pelaku usaha mikro di Kabupaten TTU, antara lain:
Kelemahan Internal (kapasiatas manajemen.kewirausahaan) :
1. Pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan usaha masih rendah. Sebagian besar anggota KM yang mengembangkan usaha mikro tidak berpendidikan formal (buta huruf). Ada sebagian pelaku usaha yang berpendidikan SD, SLTP dan SLTA tetapi jumlahnya sangat minim.
2. Usaha masih subsisten (pola usaha konsumtif). Kalaupun ada pelaku usaha yang termotivasi untuk mengembangkan usaha produktif tetapi masih berskala kecil.
Kelemahan Infrastruktur (sumber modal, pelatihan, teknologi,manajemen)
1. Pengelolaan/manajemen administrasinya masih lemah. Banyak pelaku usaha yang tidak mencatat adminstrasi keuangan secara baik, sehingga sulit memastikan layak-tidaknya usaha yang sedang dikembangkan. Selain itu juga kemampuan manajemen produksi masih rendah.
2. Modal masih terbatas. Selama ini sebagian besar pelaku usaha mikro masih mengandalkan modal sendiri. Kalaupun ada anggota yang pinjam, tetapi masih terbatas pada dana umum yang ada di kelompok. Sebenarnya ada dana kredit yang disalurkan melalui bank, tetapi mereka sulit mengakses dana-dana tersebut karena persyaratan administrasi perbankan yang berbelit.
3. Sulit mengakses perkembangan informasi dan teknologi karena semua pelaku usaha mikro tersebar di 17 desa yang lokasinya jauh dari kota Kabupaten. Kesulitan inilah yang menjadi hambatan bagi mereka untuk bisa meningkatkan usaha mereka di desa. Mereka lebih banyak melakukan kegiatan dengan teknologi yang sederhana berdasarkan pengalaman mereka sendiri yang telah dilakukan secara turun temurun.
Hubungan Hulu Hilir (struktur pasar)
· Akses pasar masih sangat lemah terutama jaringan pemasarannya. Hal ini diperparah lagi dengan manajemen produksi yang masih rendah sehingga hanya mengandalkan pasar lokal.
· Kurang adanya distribusi informasi yang memadai tentang bagaimana peluang pasar bisa diperoleh.
Mengapa Usaha Mikro tidak dan atau lambat berkembang ?
• Belum adanya Lembaga Keuangan/perbankan yang menaruh minat kepada kegiatan usaha mikro ;
• Kurangnya pemahaman dalam target usaha
• Kurangnya pengalaman dan strategi pemasaran
• Kurangnya pemahaman dalam pengadaan/pemeliharaan bahan baku dan sarana
• Kurangnya kehandalan pengelolaan administrasi dan keuangan
• Kurangnya kehandalan pengelolaan modal dan kendali kredit
• Kurangnya kehandalan SDM yang berwawasan wirausaha
• Kurangnya pemahaman perubahan teknologi
• Paket kebijakan pengembangan usaha sangat sektoral dan tidak terfokus pada satuan kelompok usaha.
Berkaitan dengan realitas tersebut, maka dalam program PIDRA dikenal 4 (empat) klasifikasi usaha berdasarkan tahap pertumbuhannya, yaitu Pra Usaha Mikro-I (Pemula/Trial and error), Pra Usaha Mikro II (usaha sendiri/Self employment), Usaha Mikro (Micro Business) dan Usaha Kecil (Small Business). Tujuan klasifikasi ini adalah untuk memudahkan dalam penentuan dan pencapaian target serta penentuan indikator kemajuan program. Penggolongan klasifikasi usaha ini mengacu pada ketentuan usaha mikro dan usaha kecil yang telah ditetapkan pemerintah.
Solusi Pemberdayaan usaha mikro
Solusi yang ditempuh dalam upaya pemberdayaan usaha mikro secara umum adalah:
(1).Peningkatan akses Usaha Mikro (UM) pada sumber pembiayaan ditempuh melalui penguatan sistem penjaminan kredit bagi UM dan .mengoptimalkan pemanfaatan dana non perbankan untuk pemberdayaan UM.
(2). Pengembangan jiwa kewirausahaan dan sumber daya manusia (SDM) melalui penguatan kapasitas kelembagaan pelaku usaha dalam meningkatkan mobilitas dan kualitas SDM serta mendorong tumbuhnya kewira-usahaan yang berbasis teknologi.
(3).Peningkatan peluang pasar produk UM dengan mendorong berkembangnya institusi promosi dan kreasi produk UM, mendorong berkembangnya pasar tradisional dan tata hubungan dagang antar pelaku pasar yang berbasis kemitraan serta mengembangkan sistem informasi sinergitas pasar.
(4). Reformasi regulasi dengan proteksi produk UM melalui pembebasan pungutan pajak.
Secara operasional proses pemberdayaan yang ditempuh dalam pelaksanaan program PIDRA antara lain :
1. Pendampingan
Pendampingan terhadap para pelaku usaha mikro dilakukan secara intensif, dengan menempatkan pendamping yang tinggal dan menetap di desa. Dengan adanya pendampingan intensif seperti ini, para pelaku usaha dapat dimotivasi secara terus menerus untuk meningkatkan kualitas produk dan jenis usaha yang dikembangkan serta manajemen organisasi melalui pelatihan modul Capacity Building sebanyak 6 paket dan terdiri dari .16 jenis modul. Paket dan jenis modul tersebut dijadikan alat dan media dalam proses pendapingan antara lain:
1) Bekerja, berwirausaha dan ciri berwirausaha;
2) Motivasi waktu memulai usaha;
3) Analisis potensi diri;
4) Membaca peluang usaha;
5) Memilih usaha;
6) Mengambil keputusan untuk memulai usaha;
7) Profil usaha mikro;
8) Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga;
9) Mengenal pasar;
10) Permodalan;
11) Alur dan proses produksi;
12) Administrasi dan keuangan;
13) Manajemen Sumberdaya Manusia;
14) Aspek sosial, lingkungan dan legalitas Usaha Mikro;
15) Pengembangan usaha;
16) Studi kasus kelayakan usaha;
2. Pelatihan Teknis
Kegiatan pelatihan merupakan salah satu upaya menumbuhkan jiwa bisnis dan peningkatan pengetahuan bagi anggota-anggota KM dalam mengembangkan usaha-usaha di tingkat desa sesuai potensi-potensi yang dimiliki. Pelatihan ini selalu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pelaku usaha dan KM berdasarkan hasil identifikasi sebelumnya.
3.Pertemuan Rutin Pelaku Usaha Mikro dan KM
Salah satu bentuk motivasi kepada para pelaku usaha adalah memfasilitasi mereka untuk selalu melakukan pertemuan rutin setiap 3 bulan. Biasanya dalam pertemuan rutinitas ini, para pelaku usaha difasilitasi oleh para pendamping untuk saling membagi pengalaman, baik yang berhasil maupun yang mengalami kegagalan, termasuk juga masalah dan ataupun kendala yang dihadapinya. Dengan adanya sharing pengalaman ini, mereka terdorong untuk selalu berusaha meningkatkan modal /kapasitas usaha dan omset penjualan mereka.
3. Magang/Studi Banding
Kegiatan magang/studi banding dilakukan kepada pelaku usaha mikro dan pendamping sebagai bentuk motivasi untuk meningkatkan kualitas produk maupun cara pengelolaan usaha mikro itu sendiri dengan belajar dari pelaku usaha mikro di daerah lain.
4. Pameran/promosi Produk Usaha Mikro
Kegiatan pameran /promosi usaha mikro biasanya dilakukan di sesuaikan dengan acara hari-hari besar di tingkat Kabupaten dan di tingkat Desa dilaksanakan jika ada kunjungan tamu/pihak luar untuk melihat perkembangan pelaksanaan program PIDRA.
Oleh: Ir. Beny. Ulu Meak
Upaya pengembangan usaha mikro sebagai suatu proses pemberdayaam bagi masyarakat miskin di Kabupaten Timor Tengah Utara dalam pelaksanaan program PIDRA diawali dengan proses pengkajian dan identifikasi pelaku usaha dan prospek pasar sesuai peluang usaha yang ada di masing masing desa sasaran program. Dari hasil kajian dan identifikasi ini ternyata banyak persoalan/hambatan yang dihadapi oleh anggota Kelompok Mandiri dalam mengembangkan usahanya. Namun demikian sejumlah kajian menyatakan bahwa usaha mikro berperan sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi di pedesaan,menyerap tenaga kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan serta mengatasi masalah kemiskinan dengan potensinya dalam meningkatkan posisi tawar (bargaining position) karena berperan sebagai penyangga (buffer) dan katup pengaman (safety valve) dalam upaya mengatasi dampak krisis ekonomi.
Permasalahan Usaha Mikro
Kendala utama yang dihadapi oleh para pelaku usaha mikro di Kabupaten TTU, antara lain:
Kelemahan Internal (kapasiatas manajemen.kewirausahaan) :
1. Pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan usaha masih rendah. Sebagian besar anggota KM yang mengembangkan usaha mikro tidak berpendidikan formal (buta huruf). Ada sebagian pelaku usaha yang berpendidikan SD, SLTP dan SLTA tetapi jumlahnya sangat minim.
2. Usaha masih subsisten (pola usaha konsumtif). Kalaupun ada pelaku usaha yang termotivasi untuk mengembangkan usaha produktif tetapi masih berskala kecil.
Kelemahan Infrastruktur (sumber modal, pelatihan, teknologi,manajemen)
1. Pengelolaan/manajemen administrasinya masih lemah. Banyak pelaku usaha yang tidak mencatat adminstrasi keuangan secara baik, sehingga sulit memastikan layak-tidaknya usaha yang sedang dikembangkan. Selain itu juga kemampuan manajemen produksi masih rendah.
2. Modal masih terbatas. Selama ini sebagian besar pelaku usaha mikro masih mengandalkan modal sendiri. Kalaupun ada anggota yang pinjam, tetapi masih terbatas pada dana umum yang ada di kelompok. Sebenarnya ada dana kredit yang disalurkan melalui bank, tetapi mereka sulit mengakses dana-dana tersebut karena persyaratan administrasi perbankan yang berbelit.
3. Sulit mengakses perkembangan informasi dan teknologi karena semua pelaku usaha mikro tersebar di 17 desa yang lokasinya jauh dari kota Kabupaten. Kesulitan inilah yang menjadi hambatan bagi mereka untuk bisa meningkatkan usaha mereka di desa. Mereka lebih banyak melakukan kegiatan dengan teknologi yang sederhana berdasarkan pengalaman mereka sendiri yang telah dilakukan secara turun temurun.
Hubungan Hulu Hilir (struktur pasar)
· Akses pasar masih sangat lemah terutama jaringan pemasarannya. Hal ini diperparah lagi dengan manajemen produksi yang masih rendah sehingga hanya mengandalkan pasar lokal.
· Kurang adanya distribusi informasi yang memadai tentang bagaimana peluang pasar bisa diperoleh.
Mengapa Usaha Mikro tidak dan atau lambat berkembang ?
• Belum adanya Lembaga Keuangan/perbankan yang menaruh minat kepada kegiatan usaha mikro ;
• Kurangnya pemahaman dalam target usaha
• Kurangnya pengalaman dan strategi pemasaran
• Kurangnya pemahaman dalam pengadaan/pemeliharaan bahan baku dan sarana
• Kurangnya kehandalan pengelolaan administrasi dan keuangan
• Kurangnya kehandalan pengelolaan modal dan kendali kredit
• Kurangnya kehandalan SDM yang berwawasan wirausaha
• Kurangnya pemahaman perubahan teknologi
• Paket kebijakan pengembangan usaha sangat sektoral dan tidak terfokus pada satuan kelompok usaha.
Berkaitan dengan realitas tersebut, maka dalam program PIDRA dikenal 4 (empat) klasifikasi usaha berdasarkan tahap pertumbuhannya, yaitu Pra Usaha Mikro-I (Pemula/Trial and error), Pra Usaha Mikro II (usaha sendiri/Self employment), Usaha Mikro (Micro Business) dan Usaha Kecil (Small Business). Tujuan klasifikasi ini adalah untuk memudahkan dalam penentuan dan pencapaian target serta penentuan indikator kemajuan program. Penggolongan klasifikasi usaha ini mengacu pada ketentuan usaha mikro dan usaha kecil yang telah ditetapkan pemerintah.
Solusi Pemberdayaan usaha mikro
Solusi yang ditempuh dalam upaya pemberdayaan usaha mikro secara umum adalah:
(1).Peningkatan akses Usaha Mikro (UM) pada sumber pembiayaan ditempuh melalui penguatan sistem penjaminan kredit bagi UM dan .mengoptimalkan pemanfaatan dana non perbankan untuk pemberdayaan UM.
(2). Pengembangan jiwa kewirausahaan dan sumber daya manusia (SDM) melalui penguatan kapasitas kelembagaan pelaku usaha dalam meningkatkan mobilitas dan kualitas SDM serta mendorong tumbuhnya kewira-usahaan yang berbasis teknologi.
(3).Peningkatan peluang pasar produk UM dengan mendorong berkembangnya institusi promosi dan kreasi produk UM, mendorong berkembangnya pasar tradisional dan tata hubungan dagang antar pelaku pasar yang berbasis kemitraan serta mengembangkan sistem informasi sinergitas pasar.
(4). Reformasi regulasi dengan proteksi produk UM melalui pembebasan pungutan pajak.
Secara operasional proses pemberdayaan yang ditempuh dalam pelaksanaan program PIDRA antara lain :
1. Pendampingan
Pendampingan terhadap para pelaku usaha mikro dilakukan secara intensif, dengan menempatkan pendamping yang tinggal dan menetap di desa. Dengan adanya pendampingan intensif seperti ini, para pelaku usaha dapat dimotivasi secara terus menerus untuk meningkatkan kualitas produk dan jenis usaha yang dikembangkan serta manajemen organisasi melalui pelatihan modul Capacity Building sebanyak 6 paket dan terdiri dari .16 jenis modul. Paket dan jenis modul tersebut dijadikan alat dan media dalam proses pendapingan antara lain:
1) Bekerja, berwirausaha dan ciri berwirausaha;
2) Motivasi waktu memulai usaha;
3) Analisis potensi diri;
4) Membaca peluang usaha;
5) Memilih usaha;
6) Mengambil keputusan untuk memulai usaha;
7) Profil usaha mikro;
8) Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga;
9) Mengenal pasar;
10) Permodalan;
11) Alur dan proses produksi;
12) Administrasi dan keuangan;
13) Manajemen Sumberdaya Manusia;
14) Aspek sosial, lingkungan dan legalitas Usaha Mikro;
15) Pengembangan usaha;
16) Studi kasus kelayakan usaha;
2. Pelatihan Teknis
Kegiatan pelatihan merupakan salah satu upaya menumbuhkan jiwa bisnis dan peningkatan pengetahuan bagi anggota-anggota KM dalam mengembangkan usaha-usaha di tingkat desa sesuai potensi-potensi yang dimiliki. Pelatihan ini selalu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pelaku usaha dan KM berdasarkan hasil identifikasi sebelumnya.
3.Pertemuan Rutin Pelaku Usaha Mikro dan KM
Salah satu bentuk motivasi kepada para pelaku usaha adalah memfasilitasi mereka untuk selalu melakukan pertemuan rutin setiap 3 bulan. Biasanya dalam pertemuan rutinitas ini, para pelaku usaha difasilitasi oleh para pendamping untuk saling membagi pengalaman, baik yang berhasil maupun yang mengalami kegagalan, termasuk juga masalah dan ataupun kendala yang dihadapinya. Dengan adanya sharing pengalaman ini, mereka terdorong untuk selalu berusaha meningkatkan modal /kapasitas usaha dan omset penjualan mereka.
3. Magang/Studi Banding
Kegiatan magang/studi banding dilakukan kepada pelaku usaha mikro dan pendamping sebagai bentuk motivasi untuk meningkatkan kualitas produk maupun cara pengelolaan usaha mikro itu sendiri dengan belajar dari pelaku usaha mikro di daerah lain.
4. Pameran/promosi Produk Usaha Mikro
Kegiatan pameran /promosi usaha mikro biasanya dilakukan di sesuaikan dengan acara hari-hari besar di tingkat Kabupaten dan di tingkat Desa dilaksanakan jika ada kunjungan tamu/pihak luar untuk melihat perkembangan pelaksanaan program PIDRA.